Tuesday, September 20, 2016

Respon Kebanyakan

Langkah pertama kamu harus punya plan

Deg. Manusia mana yang tidak ngilu batinnya saat menyadari orang lain mulai menilai dirinya dirasa tidak punya plan. Lalu mereka pikir aku sedang apa selama ini. menjalani hidup dengan sekedar hidup? Ah sederet kalimat defensif pun berbaris rapi menyusun kekuatan kokoh.

Kalau sudah begini yang menyampaikan keki abis kan? Padahal sini uda care, padahal sini setulus hati mau membantu ini ga tau terima kasih. Mau jadi apa sih.

Lalu kedua pihak pun sama-sama merasa paling benar.


Tunggu saja beberapa waktu kemudian jika tidak ada perubahan perilaku atau sikap, biasanya minimal masing-masing mulai menggunakan daya berpikirnya. 

Thursday, May 16, 2013

fatwa waktu, kesabaran, komitmen ; istiqomah

menulis disini membuka kemungkinan kamu mengerti apa yang dipikiranku kelak, jika tidak saat ini.
seperti aku yang mungkin menjadi mengerti tentang perasaan ini kelak, jika tidak saat ini.
sama seperti aku, kamu dan mereka menjadi mengerti tentang kejadian hari ini kelak, jika tidak saat ini.
seperti aku dan mereka,  juga kamu yang mencari pengetahuan, mungkin menjadi mengerti tentang pengetahuan itu kelak jika tidak saat ini. :)

semoga kita semakin dekat denganNya *aamiin
tentang bagaimana caranya, biarlah Yang Maha Indah yang menyusunnya

bisa jadi kita mengerti caraNya adalah indah, jika tidak saat ini.

Tuesday, May 7, 2013


TNI – POLRI : Sebuah Gap berawal dari Beban Psikologis

Pembahasan ini menarik bagi penulis dikarenakan penulis sebelumnya mendapatkan tugas dari kampus yang berlatarbelakang TNI dan POLRI. Tepatnya kejadian Lapas Cebongan, Sleman, Yogjakarta, Maret lalu. penulis yang hanya mengetahui bahwa ada semacam ketidak-akuran antara TNI dan POLRI dituntut mengetahui latar belakang ketidak-akuran tersebut. Berikut ini uraian singkat mengenai Gap TNI dan POLRI yang penulis dapatkan dari tulisan mantan menteri pertahanan Indonesia Moh. Mahfud MD (2010) dalam bukunya yang berjudul “Setahun Bersama GusDur ; kenangan menjadi menteri disaat sulit diterbitkan oleh Morai Kencana – Jakarta.

Beban psikologis dalam hubungan kelembagaan TNI dan POLRI berawal dari ketentuan yang memisahkan tugas pertahanan dan keamanan. Pasal 2 ayat (2) Tap MPR no VII/MPR/2000  menyebutkan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakan kedaulatan negara,keutuhan wilayah negara. KRI yang berdasarkan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Pasal 6 ayat (1) menyebutkan peran polisi adalah memelihara kemanan dan ketertiban masyrakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam prakteknya, kedua Tap MPR itu sering diartikan bahwa tugas pertahanan ditekankan untuk menghadapi ancaman dari luar sedangkan tugas keamanan ditekankan untuk mengatasi ancaman yang berasal dalam negeri.

Merujuk pada kedua ketetapan MPR tersebut kemudian muncul grey areas dan beban psikologis antar polisi dan tentara, bahkan persaingan yang kurang sehat antara TNI dan POLRI. Pada skala kecil kasus yang mana beban psikologis ini nampak pada keluarga teman  penulis yang ayahnya berprofesi sebagai polisi dan seperti dalam Tap MPR keseharian dari ayah teman penulis menangani kasus kriminal. Paman dari teman penulis berprofesi sebagai tentara sekali lagi dalam Tap MPR 2000 yang telah disebutkan diatas tugasnya adalah memproteksi NKRI dari ancaman eksternal/ asing/ luar. Seperti yang kita ketahui bersama saat ini NKRI tidak sedang dalam keadaan berperang melawan negara lain atau diserang oleh negara-negara lain. sehingga keseharian dari paman teman penulis tidak sesibuk ayah teman penulis yang berprofesi sebagai polisi.

Teman penulis menceritakan pernah suatu ketika ada rencana bahwa akan ada sistem reward bagi polisi yang kinerjanya bagus. Teman penulis melanjtkan adanya wacana yang muncul bahwa jika polisi menerima reward maka tentara juga sudah seharusnya mendapatkan reward. Permasalahannya akan mudah kemudian menilai kinerjanya polisi dikarenakan ia melakukan perannya setiap hari dalam menangani kasus kriminal sedangkan tentara, ia hanya akan dapat dinilai ketika ia melaksanakan tugas peperangan. Bagaimana hendak memberi nilai ketika tidak ada peperangan atau sesuatu yang dikerjakan sesuai peran yang ditetapkan, maka jadilah sistim reward tersebut batal diterapkan.

Contoh diatas masih berada dalam lingkungan profesionalisme polisi dan tentara. Teman penulis juga menerangkan diluar urusan profesionalitas sekalipun entah sengaja atau tidak, entah kebetulan atau apapun itu menyebutkan seringkali ayah dan pamannya berbeda pendapat yang kemudian anggota keluarga menerjemahkannya karena perbedaan profesi tersebut.

Contoh diatas merupakan contoh konkrit dalam institusi terkecil dalam sistem sosial yakni keluarga atas Tap MPR mengenai peran TNI dan POLRI. Dalam skala kebijakan Mahfud MD menuliskan beberapa permasalahan yang timbul antara lain :

Pertama, semula TNI dan POLRI berada dibawah satu insitusi yang bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)  yang dipimpin oleh Menhankam/Pengab (Menteri Pertahanan/ panglima angkatan bersenjata) dan polri berada pada posisi yyang paling lemah diantara tiga angkatan lainnya yaitu angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara. Setelah keluarnya Tap MPR tersebut kedudukan Polri menjadi sejajar dengan TNI dan seorang Kapolri berkedudukan sejajar dengan seorang panglima TNI dalam jabatan setingkat menteri. Beban psikologis muncul ketika yang satu merasa mendapat kue besar (POLRI), sedang  yang satunya lagi merasa kehilangan rejeki (TNI).

Kedua, setelah keluarnya Tap MPR tersebut, Polri mandiri penuh sebagai aparat negara setingkat departemen dalam menentukan bidang kebijakan dan anggaran. Sedangkan TNI meskipun juga mandiri setingkat dengan departemen namun kebijakan pertahanan dan anggarannya masih bergantung kepada Kementertian Pertahanan. Panglima TNI  hanya memiliki kewenangan operasional dan komando kemiliteran. Diam-diam hal ini menimbulkan kecemburuan di kalangan TNI karena Polri yang semula berada dibawah angkatan militer, sekarang bukan saja menjadi sejajar secara stuktural, tetapi juga menjadi lebih kuat kemandiriannya dibandingkan dengan TNI. Kemandirian dalam kelembagaan dan anggaran Polri semakin menguat ketika Polri berhasil menggolkan sebuah UU tentang kemandirian Polri dalam kelembagaan dan anggaran.

Ketiga, adanya tugas berhimpit antara pertahanan dan keamanan yang kondisi tersebut sebagai grey areas (wilayah abu-abu). Grey areas merupakan area ketidakjelasan siapa yang berwenang menangani suatu kasus. Misalnya kasus yang terjadi di dalam negeri (dengan sifat ancaman keamanan) tetapi terhadap unsur bercampur dengan asing (dengan sifat ancaman pertahanan). Dalam keadaan seperti ini, ada resiko bahwa kedua aparat ini bisa saling berebutan karena masing-masing menganggap itu menjadi lahannya atau sebaliknya saling sikap ini (saling berebutan atau memilih berpangku tangan). Keduanya sama jeleknya bagi keadaan pertahanan dan keamanan NKRI. Jika saling berebutan bisa terjadi konflik, tapi jika saling berpangkutangan masalahnya bisa tidak terurus.

Permasalahan harga diri menjadi beban psikologis tersendiri bagi polri dan TNI. Meskipun UU juga mengatur masalah koordinasi hal ini tidak berjalan dikarenakan beban psikologis tersebut. Sehingga masing-masing aparat, polisi terutama (karena pelaksanaan perannya setiap hari tidak pada moment tertentu) akan merasa lebih terhormat jika pekerjaannya dilakukan sendiri.

Sekian dasar mengenai gap antara TNI dan POLRI. Penulis menyadari menyadari tulisan ini hanya sedikit dan mungkin tidak lengkap dengan perkembangannya saat ini. sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga bermanfaat.

Friday, March 8, 2013

Childern Learn What They Live (by Doroty law Nolte)


if a child lives with criticism, he learns to condemn
if a child lives with hostility, he learns to fight
if a child lives with ridicule, he learns to be shy
if a child lives with shame, he learns to be guilty
if a child lives with tolerance, he learns to be patient
if a child lives with encouragement, he learns to be confident
if a child lives with praise, he learns to be appreciate
if a child lives with fairness, he learns to be justice
if a child lives with security, he learns to have faith
if a child lives with approval, he learns to like himself
if a child lives with acceptance and friendship , he learns to find love in the world

(dalam bahasa indonesia)

Anak Belajar dari Kehidupannya

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika ia dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri
Jika ia dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika ia dibesarkan dengan dorongan , ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan seebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya
Jiak anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
sehingga ketika dipertemukan dengan teman yang memiliki sifat yang kurang nyaman maka tidak sepenuhnya kebiasaan yang membuat orang lain disekitarnya adalah karena dirinya sendiri. maka perlu toleransi untuknya mungkin saja lingkungan sosialnya tidak menyediakan fasilitas belajar yang sepositif kita terima. dan lagi pula tidak mungkin mengembalikan seseorang kedalam perut ibunya. tantangan dan peluang berjalan berdampingan. ketika tantangan cukup besar maka peluang pun ikut menganga.

teringat perkataan dosen di suatu kelas yang membahas mengenai multikulturalisme bahwa satu doa Nabi Muhammad yang tidak dikabulkan oleh Allah adalah ketika Nabi Muhammad meminta agar semua umatnya dimasukkan dalam Surga-Nya. maka kesimpulannya adalah perbedaan itu suatu keniscayaan. perbedaan dapat dijadikan pembanding.

untuk calon bapak dan ibu semangat memeperbaiki diri yaaa….
teringat kata-kata seorang tokoh
“jika hanya sekedar hidup babi di hutan juga hidup
Jika bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja”
Yang ingin saya tambahkan adalah JIKA MENIKAH HANYA UNTUK SEKEDAR REPRODUKSI, AYAM JUGA REPRODUKSI 

Thursday, January 31, 2013




KARYA TULIS ILMIAH
OPTIMALISASI SISTEM LINGKAGE DALAM MANAJEMEN WISATA SEJARAH DAN BUDAYA PABRIK GULA PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (PERSERO)
Dalam rangka
LOMBA KARYA TULIS PTPN X 2013





OLEH : SUMIATI MIMI HAMAMI

 Jl Karang Menjangan Gang 1 lt 2 kamar 17
Telp : 083830253005/081359044967
SURABAYA, 31 JANUARI 2013









Formulir Pendaftaran
Lomba Karya Tulis dan Penyiaran
PT Perkebunan Nusantara X (Persero)
Data Peserta Lomba
Nama lengkap                   : Sumiati Mimi Hamami
Tempat/tanggal lahir      : Bondowoso, 28 september 1992
Alamat                                  : Jl Karang Menjangan Gang 1 lt 2 kamar 17
Telepon                               : 083830253005/081359044967
E-mail                                    : mimihamami.sumiati@gmail.com

Judul Karya:
  1. Optimalisasi Sistem Linkage Pada Manajemen Wisata Sejarah Dan Budaya  Pabrik Gula   PTPN X,
Kategori umum dengan tema pengembangan wisata sejarah pabrik gula: potensi bisnis dan model pemasarannya.

Tanggal Pemuatan di Blog/Facebook
Karya 1 :  31 januari 2013 di http://mimihamamisumiati.blogspot.com/
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa data yang saya sampaikan adalah benar. Dengan ini saya menyatakan ikut serta dalam Lomba Karya Tulis dan Penyiaran PT Perkebunan Nusantara X (Persero) dan menyetujui semua syarat lomba yang ditetapkan oleh panitia.

Surabaya, 31 januari 2013


(Sumiati Mimi Hamami)







OPTIMALISASI SISTEM LINKAGE DALAM MANAJEMEN WISATA SEJARAH DAN BUDAYA PABRIK GULA PTPN X
Oleh Sumiati Mimi Hamami
(Dalam Lomba Karya Tulis PTPN X 2013)
Pendahuluan
Sebagai institusi yang berdiri sejak zaman kolonial belanda, pabrik gula merupakan salah satu artefak sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Hingga saat ini eksistensi pabrik gula sangat vital yakni sebagai salah satu pemasok kebutuhan gula nasional yang harapannya negeri ini tidak membutuhkan impor dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan gula rakyatnya. Dalam sejarahnya seperti di institusi manapun terdapat regenerasi pemegang kekuasaan. Dalam hal pabrik gula regenerasi pemegang kekuasaan ini lebih sensual dikarenakan kepentingan yang mewarnainya tidak hanya kepentingan bisnis akan tetapi juga kepentingan politik. Sejarah pergantian pemegang kekuasaan ini menjadi salah satu daya tarik sendiri bagi wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegra. Bagi wisatawan  lokal adalah penting untuk mengetahui sejarah perjalanan  bangsanya sendiri, bagi wisatawan mancanegara terutama keturunan belanda akan menjadi nostalgia sendiri melihat karya para nenek moyangnya yang hingga saat ini tetap lestari serta wisatawan mancanegara yang concern pada sejarah dunia berkembang.
Wisata sejarah tidak sekedar melihat-lihat atau sekedar berfoto ria, akan tetapi wisata sejarah memiliki makna yang mendalam bagi mereka yang melakukan wisata sejarah. Wisatawan dengan destinasi tempat bersejarah tidak hanya berangkat untuk melepaskan penat dari kesibukan sehari-hari akan tetapi mereka berangkat dengan rasa keingintahuan yang tinggi sehingga ketika ia berjumpa dengan artefak-artefak sejarah ia mampu mengidentifikasi dirinya melalui pesan-pesan yang tersirat pada setiap artefak. Oleh karenanya wisatawan ini dikategorikan pada kalangan wisatawan tingkat atas atau expert. Kenyataan lainnya mengenai wisatawan sejarah atau budaya adalah wisatawan yang berkunjung merupakan wisatawan yang terdidik. Sehingga kemajuan wisata budaya seiring atau sejalan dengan perkembangan pendidikan suatu masyarakat. Wisata budaya akan laku keras ketika pendidikan suatu masyarakat sudah mapan, ketika setiap individu memiliki kemauan yang kuat untuk mencari tahu mengenai alam ini dan manusia sebelum mereka, serta apa yang telah mereka lakukan untuk kemudian ia olah sebagai pelajaran hidup. Hal ini mungkin hanya dilakukan oleh orang-orang yang banyak menggunakan otak dan hatinya. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang menyebut wisata budaya sebagai bisnis masa depan.
Secara makro realitas pendidikan masyarakat Indonesia belum sampai pada tingkat dimana orang-orangnya demikian antusias untuk mengetahui apa yang ada disekitanya implikasi lanjutannya adalah minimnya antusiasme warga lokal untuk melakukan perjalanan wisata sejarah atau budaya. Orang-orang yang berpendidikan dengan baik serta mempunyai minat dengan wisata budaya –secara kasar- dapat dihitung dengan jari. Kalangan ini biasanya berdomisili dikota besar serta dengan latar belakang ekonomi atas. Hal ini tidak terlepas dari kesenjangan kualitas pendidikan di pusat pemerintahan dengan pendidikan di daerah pinggiran.
Profil Pangsa Pasar Atau Target Wisatawan Atau Pengunjung
Pengunjung wisata budaya menurut James J Spillane (2003) bahwa produk pariwisata budaya memiliki segmen pasar khusus yaitu pasar knowledge workers atau dalam istilah kepariwisataan disebut mature tourist atau wisatawan berpengalaman dimana mereka melakukan perjalanan atau kunjungan ke kawasan lain dengan tujuan tidak hanya bersifat recreational tetapi lebih bermotivasi untuk  terlibat langsung dengan aktivitas kehidupan dan tradisi serta budaya masyarakat lokal. Segmen ini biasanya pada umumnya merupakan kelompok menengah keatas dan berpendidikan yang mempunyai waktu luang untuk bepergian misalnya para mahasiswa yang memiliki waktu liburan cukup panjang, pensiunan (retired).
Potensi Bisnis
Dari profil wisatawan budaya diatas dapat diketahui peluang terhadap bisnis wisata budaya sejarah pabrik gula sangat menjanjikan dari segi wisatawan mancanegara terutama. Berdasarakan data traffic mobilitas di pelabuhan udara setiap tahunnya selalu terjadi peningkatan mobilitas warga asing yang berkunjung ke Indonesia. Serta kabar baik lainnya adalah warga mancanegara yang datang ke Indonesia berasal dari negara maju yang mana ini berarti mereka mengenyam pendidikan sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki keinginan atau minat yang tinggi terhadap wisata sejarah. Maka tindak lanjut dari peluang ini adalah aktif berkomunikasi dengan mereka dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi baik agent travel maupun media cetak seperti baliho, booklet, ataupun media kontemporer yakni internet.
Pangsa pasar wisatawan lokal tidak kalah sensualnya dengan pasar wisatawan mancanegara, wisatawan lokal juga memiliki prospek yang luar biasa dikarenakan pertumbuhan kelas menengah beberapa tahun terakhir sangat tinggi. Hal ini menjadi peluang yang mana generasi dari kelas menengah ini tentunya akan menjadi generasi yang terdidik. Serta kelas menengah ini akan menjadi pensiunan yang akan memiliki daya baik ekonomi maupun ketersediaan waktu untuk melakukan wisata budaya. Pertumbuhan minat terhadap wisata budaya pun berjalan seiring meningkatnya keberadaan generasi ini.
Beranjak dari segi pangsa pasar ketika ditilik lebih lanjut potensi produk wisata pabrik gula ini pun dapat dikembangkan dari segi ‘hal’ yang ditawarkan. Wisata budaya sejarah pabrik gula dapat dikembangkan menjadi menjadi living culture, artinya wisatawan tidak hanya disajikan artefak peninggalan sejarah dalam hal ini berupa pabrik peninggalan jaman kolonial belanda akan tetapi wisatawan juga mendapat kesempatan untuk menikmati sajian seni pertunjukan saat masyarakat pelaku industri gula melakukan upacara dan ritual penggilingan tebu.
Model Pemasaran: sistem linkage
Bisnis pariwisata terutama wisata budaya yang mana peminatnya lebih banyak wisatawan asing daripada wisatawan lokal maka manajemen sebaiknya memahami bisnis pariwisata sebagai suatu bisnis bersistem linkage. Yakni menciptakan sistem yang mapan mulai dari penawaran destinasi kepada wisatawan, sistem transportasi lokasi wisata, display lokasi wisata, fasilitas-fasilitas ditempat wisata. Tujuan dari penciptaan sistem yang mapan tidak lain adalah untuk memberikan pengalaman yang berbeda kepada wisatawan dengan harapan nantinya mereka akan membagi pengalaman mereka ketika kepada teman-teman mereka sehingga dengan sendirinya kekuattan mouth to mouth menjadi kekuatan tersendiri dalam bisnis wisata budaya  ini.
Penawaran Dengan Memaksimalkan Berbagai Saluran Komunikasi Yang Tepat
Tahap awal penawaran adalah wisatawan mengetahui produk yang hendak ditawarkan. Agar wisatawan mengetahui akan wisata sejarah pabrik gula maka diperlukan usaha komunikasi proaktif oleh pihak manajemen wisata pabrik gula. Agar kontak tepat sasaran maka diperlukan media planning atau perencanaan media apa yang kira-kira paling tepat digunakan. Dalam media planning dilakukan pemilihan media, analisis media dan seleksi media. Tahap-tahap tersebut diperlukan dengan tujuan agar pesan yang disampaikan dapat diterima sesuai dengan orang, waktu dan tempat yang tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam media planning antara lain:
-          Dimana akan mengiklankan?
-          Media apa yang harus digunakan?
-          Kapan waktu yang tepat untuk beriklan?
-          Seberapa sering iklan harus ditampilkan?
-          Keuntungan apa yang akan diperoleh dengan menggunakan media tersebut apabila dibandingkan dengan media lain?
Kecenderungan para wisatawan mancanegara dalam menikmati wisata di Indonesia mereka memiliki referensi destinasi khusus yang telah terpercaya. Maka yang dapat dilakukan oleh manjemen pabrik gula adalah bergabung dengan instansi yang menjadi rujukan para wisatawan mancanegara dalam menawarkan destinasi wisata pabrik gula. Selain itu manajemen juga dapat memasang baliho di bandara yang merupakan lokasi pertama para wisatawan mancanegara menginjakkan kaki di tanah Indonesia.
Untuk wisatawan lokal manajemen dapat melakukan promosi dikhususkan pada masyarakat di kota-kota besar di Indonesia yang mana didalamnya terdapat banyak kalangan terdidik serta dengan keadaan ekonomi menengah keatas.
Perjalanan dan Paket transportasi
Lokasi destinasi minimal dikomunikasikan dengan memberikan peta perjalan kepada calon wisatawan dilengkapi dengan saran-saran transportasi apa saja yang dapat digunakan oleh wisatawan. Terutama jika menggunakan sarana transportasi umum.
            Disisi lain mengingat calon wisatawan berasal dari kelas menengah keatas maka akan semakin lengkap ketika manajemen merancang pelayanan ekstra untuk pengunjung kelas atas. Dalam hal transportasi misalnya manajemen menyediakan layanan transportasi misalnya mulai dari bandara menuju lokasi wisata. Baik menggunakan bis jika rombongan maupun menggunakan mobil pribadi.
Daya Dukung  Lokasi Wisata
Daya dukung merupakan kemampuan suatu lokasi wisata dalam menampung ataupun melayani wisatawan. Apa saja yang dapat diperoleh wisatawan ketika berada di lokasi wisata harus diatur dengan baik. Pada wisata pabrik gula yang dapat disediakan adalah artefak berupa bangunan, lingkungan pabrik. Melengkapi fasilitas penginapan yang sudah ada yakni bangunan yang mana wisatawan dapat menginap semalam. Penginapan ini dapat dikembangkan menjadikan wisatawan sebagai konglomerat pemilik pabrik gula dalam semalam. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan kesan yang classic secara menyeluruh terhadap apapun yang berada dalam bangunan penginapan yang dimaksud. Kesan ini dapat dibangun mulai dari dekorasi ruangan, tempat tidur, kostum, hingga hidangan makan malam serta hiburan yang biasa dinikmati oleh para konglomerat pemilik pabrik gula zaman kolonial. Sehingga secara totalitas para wisatawan yang stay long ini dapat merasakan menjadi konglomerat pemilik pabrik seperti jaman kolonial dahulu.

Melalui beberapa pengembangan terhadap atraksi wisata sejarah dan budaya yang dikemukakan diatas diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan wisata sejarah pabrik gula khususnya dan perkembangan wisata di Indonesia umumnya.

















Daftar Pustaka
Arifin, B, 2004, Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Pichard, M, 2006, Bali; Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta.
Salah, W, Crampon, LJ, Rothfield, LM 1997, Pemasaran Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta.
Yoeti, AO, 1985, Pemasaran Pariwisata,  Angkasa, Bandung.

OPTIMALISASI SISTEM LINKAGE DALAM MANAJEMEN WISATA SEJARAH DAN BUDAYA PABRIK GULA PTPN X


OPTIMALISASI SISTEM LINKAGE DALAM MANAJEMEN WISATA SEJARAH DAN BUDAYA PABRIK GULA PTPN X
Oleh Sumiati Mimi Hamami
(Dalam Lomba Karya Tulis PTPN X 2013)

Pendahuluan
Sebagai institusi yang berdiri sejak zaman kolonial belanda, pabrik gula merupakan salah satu artefak sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Hingga saat ini eksistensi pabrik gula sangat vital yakni sebagai salah satu pemasok kebutuhan gula nasional yang harapannya negeri ini tidak membutuhkan impor dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan gula rakyatnya. Dalam sejarahnya seperti di institusi manapun terdapat regenerasi pemegang kekuasaan. Dalam hal pabrik gula regenerasi pemegang kekuasaan ini lebih sensual dikarenakan kepentingan yang mewarnainya tidak hanya kepentingan bisnis akan tetapi juga kepentingan politik. Sejarah pergantian pemegang kekuasaan ini menjadi salah satu daya tarik sendiri bagi wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegra. Bagi wisatawan  lokal adalah penting untuk mengetahui sejarah perjalanan  bangsanya sendiri, bagi wisatawan mancanegara terutama keturunan belanda akan menjadi nostalgia sendiri melihat karya para nenek moyangnya yang hingga saat ini tetap lestari serta wisatawan mancanegara yang concern pada sejarah dunia berkembang.
Wisata sejarah tidak sekedar melihat-lihat atau sekedar berfoto ria, akan tetapi wisata sejarah memiliki makna yang mendalam bagi mereka yang melakukan wisata sejarah. Wisatawan dengan destinasi tempat bersejarah tidak hanya berangkat untuk melepaskan penat dari kesibukan sehari-hari akan tetapi mereka berangkat dengan rasa keingintahuan yang tinggi sehingga ketika ia berjumpa dengan artefak-artefak sejarah ia mampu mengidentifikasi dirinya melalui pesan-pesan yang tersirat pada setiap artefak. Oleh karenanya wisatawan ini dikategorikan pada kalangan wisatawan tingkat atas atau expert. Kenyataan lainnya mengenai wisatawan sejarah atau budaya adalah wisatawan yang berkunjung merupakan wisatawan yang terdidik. Sehingga kemajuan wisata budaya seiring atau sejalan dengan perkembangan pendidikan suatu masyarakat. Wisata budaya akan laku keras ketika pendidikan suatu masyarakat sudah mapan, ketika setiap individu memiliki kemauan yang kuat untuk mencari tahu mengenai alam ini dan manusia sebelum mereka, serta apa yang telah mereka lakukan untuk kemudian ia olah sebagai pelajaran hidup. Hal ini mungkin hanya dilakukan oleh orang-orang yang banyak menggunakan otak dan hatinya. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang menyebut wisata budaya sebagai bisnis masa depan.
Secara makro realitas pendidikan masyarakat Indonesia belum sampai pada tingkat dimana orang-orangnya demikian antusias untuk mengetahui apa yang ada disekitanya implikasi lanjutannya adalah minimnya antusiasme warga lokal untuk melakukan perjalanan wisata sejarah atau budaya. Orang-orang yang berpendidikan dengan baik serta mempunyai minat dengan wisata budaya –secara kasar- dapat dihitung dengan jari. Kalangan ini biasanya berdomisili dikota besar serta dengan latar belakang ekonomi atas. Hal ini tidak terlepas dari kesenjangan kualitas pendidikan di pusat pemerintahan dengan pendidikan di daerah pinggiran.

Profil Pangsa Pasar Atau Target Wisatawan Atau Pengunjung
Pengunjung wisata budaya menurut James J Spillane (2003) bahwa produk pariwisata budaya memiliki segmen pasar khusus yaitu pasar knowledge workers atau dalam istilah kepariwisataan disebut mature tourist atau wisatawan berpengalaman dimana mereka melakukan perjalanan atau kunjungan ke kawasan lain dengan tujuan tidak hanya bersifat recreational tetapi lebih bermotivasi untuk  terlibat langsung dengan aktivitas kehidupan dan tradisi serta budaya masyarakat lokal. Segmen ini biasanya pada umumnya merupakan kelompok menengah keatas dan berpendidikan yang mempunyai waktu luang untuk bepergian misalnya para mahasiswa yang memiliki waktu liburan cukup panjang, pensiunan (retired).

Potensi Bisnis
Dari profil wisatawan budaya diatas dapat diketahui peluang terhadap bisnis wisata budaya sejarah pabrik gula sangat menjanjikan dari segi wisatawan mancanegara terutama. Berdasarakan data traffic mobilitas di pelabuhan udara setiap tahunnya selalu terjadi peningkatan mobilitas warga asing yang berkunjung ke Indonesia. Serta kabar baik lainnya adalah warga mancanegara yang datang ke Indonesia berasal dari negara maju yang mana ini berarti mereka mengenyam pendidikan sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki keinginan atau minat yang tinggi terhadap wisata sejarah. Maka tindak lanjut dari peluang ini adalah aktif berkomunikasi dengan mereka dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi baik agent travel maupun media cetak seperti baliho, booklet, ataupun media kontemporer yakni internet.
Pangsa pasar wisatawan lokal tidak kalah sensualnya dengan pasar wisatawan mancanegara, wisatawan lokal juga memiliki prospek yang luar biasa dikarenakan pertumbuhan kelas menengah beberapa tahun terakhir sangat tinggi. Hal ini menjadi peluang yang mana generasi dari kelas menengah ini tentunya akan menjadi generasi yang terdidik. Serta kelas menengah ini akan menjadi pensiunan yang akan memiliki daya baik ekonomi maupun ketersediaan waktu untuk melakukan wisata budaya. Pertumbuhan minat terhadap wisata budaya pun berjalan seiring meningkatnya keberadaan generasi ini.
Beranjak dari segi pangsa pasar ketika ditilik lebih lanjut potensi produk wisata pabrik gula ini pun dapat dikembangkan dari segi ‘hal’ yang ditawarkan. Wisata budaya sejarah pabrik gula dapat dikembangkan menjadi menjadi living culture, artinya wisatawan tidak hanya disajikan artefak peninggalan sejarah dalam hal ini berupa pabrik peninggalan jaman kolonial belanda akan tetapi wisatawan juga mendapat kesempatan untuk menikmati sajian seni pertunjukan saat masyarakat pelaku industri gula melakukan upacara dan ritual penggilingan tebu.

Model Pemasaran: sistem linkage
Bisnis pariwisata terutama wisata budaya yang mana peminatnya lebih banyak wisatawan asing daripada wisatawan lokal maka manajemen sebaiknya memahami bisnis pariwisata sebagai suatu bisnis bersistem linkage. Yakni menciptakan sistem yang mapan mulai dari penawaran destinasi kepada wisatawan, sistem transportasi lokasi wisata, display lokasi wisata, fasilitas-fasilitas ditempat wisata. Tujuan dari penciptaan sistem yang mapan tidak lain adalah untuk memberikan pengalaman yang berbeda kepada wisatawan dengan harapan nantinya mereka akan membagi pengalaman mereka ketika kepada teman-teman mereka sehingga dengan sendirinya kekuattan mouth to mouth menjadi kekuatan tersendiri dalam bisnis wisata budaya  ini.

Penawaran Dengan Memaksimalkan Berbagai Saluran Komunikasi Yang Tepat
Tahap awal penawaran adalah wisatawan mengetahui produk yang hendak ditawarkan. Agar wisatawan mengetahui akan wisata sejarah pabrik gula maka diperlukan usaha komunikasi proaktif oleh pihak manajemen wisata pabrik gula. Agar kontak tepat sasaran maka diperlukan media planning atau perencanaan media apa yang kira-kira paling tepat digunakan. Dalam media planning dilakukan pemilihan media, analisis media dan seleksi media. Tahap-tahap tersebut diperlukan dengan tujuan agar pesan yang disampaikan dapat diterima sesuai dengan orang, waktu dan tempat yang tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam media planning antara lain:
-          Dimana akan mengiklankan?
-          Media apa yang harus digunakan?
-          Kapan waktu yang tepat untuk beriklan?
-          Seberapa sering iklan harus ditampilkan?
-          Keuntungan apa yang akan diperoleh dengan menggunakan media tersebut apabila dibandingkan dengan media lain?
Kecenderungan para wisatawan mancanegara dalam menikmati wisata di Indonesia mereka memiliki referensi destinasi khusus yang telah terpercaya. Maka yang dapat dilakukan oleh manjemen pabrik gula adalah bergabung dengan instansi yang menjadi rujukan para wisatawan mancanegara dalam menawarkan destinasi wisata pabrik gula. Selain itu manajemen juga dapat memasang baliho di bandara yang merupakan lokasi pertama para wisatawan mancanegara menginjakkan kaki di tanah Indonesia.
Untuk wisatawan lokal manajemen dapat melakukan promosi dikhususkan pada masyarakat di kota-kota besar di Indonesia yang mana didalamnya terdapat banyak kalangan terdidik serta dengan keadaan ekonomi menengah keatas.

Perjalanan dan Paket transportasi
Lokasi destinasi minimal dikomunikasikan dengan memberikan peta perjalan kepada calon wisatawan dilengkapi dengan saran-saran transportasi apa saja yang dapat digunakan oleh wisatawan. Terutama jika menggunakan sarana transportasi umum.
            Disisi lain mengingat calon wisatawan berasal dari kelas menengah keatas maka akan semakin lengkap ketika manajemen merancang pelayanan ekstra untuk pengunjung kelas atas. Dalam hal transportasi misalnya manajemen menyediakan layanan transportasi misalnya mulai dari bandara menuju lokasi wisata. Baik menggunakan bis jika rombongan maupun menggunakan mobil pribadi.

Daya Dukung  Lokasi Wisata
Daya dukung merupakan kemampuan suatu lokasi wisata dalam menampung ataupun melayani wisatawan. Apa saja yang dapat diperoleh wisatawan ketika berada di lokasi wisata harus diatur dengan baik. Pada wisata pabrik gula yang dapat disediakan adalah artefak berupa bangunan, lingkungan pabrik. Melengkapi fasilitas penginapan yang sudah ada yakni bangunan yang mana wisatawan dapat menginap semalam. Penginapan ini dapat dikembangkan menjadikan wisatawan sebagai konglomerat pemilik pabrik gula dalam semalam. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan kesan yang classic secara menyeluruh terhadap apapun yang berada dalam bangunan penginapan yang dimaksud. Kesan ini dapat dibangun mulai dari dekorasi ruangan, tempat tidur, kostum, hingga hidangan makan malam serta hiburan yang biasa dinikmati oleh para konglomerat pemilik pabrik gula zaman kolonial. Sehingga secara totalitas para wisatawan yang stay long ini dapat merasakan menjadi konglomerat pemilik pabrik seperti jaman kolonial dahulu.

Melalui beberapa pengembangan terhadap atraksi wisata sejarah dan budaya yang dikemukakan diatas diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan wisata sejarah pabrik gula khususnya dan perkembangan wisata di Indonesia umumnya.











Daftar Bacaan
Arifin, B, 2004, Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Pichard, M, 2006, Bali; Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta.

Salah, W, Crampon, LJ, Rothfield, LM 1997, Pemasaran Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta.
Yoeti, AO, 1985, Pemasaran Pariwisata,  Angkasa, Bandung.